Soekarno |
Profil Ir. H. Soekarno
Nama
|
:
|
Ir. H. Soekarno
|
Nama Lahir
|
:
|
Kusno Sosrodiharjo
|
Lahir
|
:
|
6 Juni 1901
|
Tempat Lahir
|
:
|
Surabaya, Jawa Timur
|
Meninggal
|
:
|
21 Juni 1970 (Jakarta, Indonesia
|
Umur
|
:
|
69 Tahun
|
Kebangsaan
|
:
|
Indonesia
|
Partai Politik
|
:
|
Partai Nasional Indonesia
|
Istri
|
:
|
Oetari (1921-1923)
|
Inggit Garnasih (1923-1943)
|
||
Fatmawati (1943-1956)
|
||
Hartini (1952-1970)
|
||
Kartini Manoppo (1959-1968)
|
||
Ratna Sari Dewi (1962-1970)
|
||
Haryati (1963-1966)
|
||
Yurike Sanger (1964-1968)
|
||
Heldy Djafar (1966-1969)
|
||
Profesi
|
:
|
Insinyur
|
Politikus
|
Biografi Ir. H. Soekarno
Dr. Ir. H. Soekarno (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting dalam
memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator
Kemerdekaan
Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali
mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.
Soekarno
menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang
isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan
Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga
keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis
Indonesia
(PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah
pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno
diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada
tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik
Indonesia.
Ketika
dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno
oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun
namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari
seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi
"Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi
"o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di
kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya
sendiri menjadi Sukarno karena
menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno
dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang
tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, selain itu
tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun. Sebutan akrab
untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Di
beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno.
Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika
Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil
Soekarno?" karena mereka tidak
mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu
nama saja atau tidak memiliki nama
keluarga.
Sukarno
menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam
beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno,
dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi
luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia
oleh negara-negara Arab.
Dalam
buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (terjemahan Syamsu Hadi.
Ed. Rev. 2011. Yogyakarta: Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9) halaman 32 dijelaskan bahwa
namanya hanya "Sukarno" saja, karena dalam masyarakat Indonesia bukan
hal yang tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.
Soekarno
dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden
Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan
bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang
putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno
tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di
Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang
ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste
Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche
Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger
School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan
berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS
atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi
tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno
banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin
Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai
organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut
kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain itu, Soekarno juga
aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh
Tjokroaminoto.
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
|
Tamat
HBS Soerabaja bulan Juli 1921, bersama Djoko Asmo rekan satu
angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische
Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan
kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada
tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu
menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di
antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno,
Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes
Alexander Henricus Ondang.
Saat
di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji
Sanusi
yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto. Di
sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin
organisasi National Indische
Partij.
Bung
Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische
Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.
- Ir. Soekarno pada tahun 1926
mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang
bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno
juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
- Ketika dibuang di Bengkulu
menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di
tengah kota.
Semasa
menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau
dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai
Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman
Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir
Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya
sebagai negara yang baru merdeka. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia
terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu,
namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat
pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas
perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk
visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara.
- Masjid Istiqlal 1951
- Monumen Nasional 1960
- Gedung Conefo
- Gedung Sarinah
- Wisma Nusantara
- Hotel Indonesia 1962
- Tugu Selamat Datang
- Monumen Pembebasan Irian Barat
- Patung Dirgantara
- Tahun 1955
Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang
arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada
pemerintah Arab Saudi
agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam
bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966,
termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i
menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf
- Rancangan skema Tata Ruang Kota
Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957
Masa
pergerakan nasional
Soekarno
untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915.
Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya memikirkan
kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang
diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang dengan
berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan
kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar
Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.
Pada
tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung
yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal
Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda
pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya
dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia memunculkan
pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali
pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada
bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo),
yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan
oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat
dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad
Hasan.Pada
tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.Soekarno baru kembali bebas pada
masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa
penjajahan Jepang
Pada
awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak
memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr.
Syamsuddin
yang kurang begitu populer.
Namun
akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia.
Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno,
Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan
terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan
pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada
pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah
fasis yang berbahaya.
Presiden
Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang
sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia
aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah
merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan
Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk
untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada
tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang
kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang
itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti
bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada
bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah
Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi
kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun
keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara
lain dalam kasus romusha.
Masa
Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan
diri menjelang Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari
delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia
Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk
menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang
membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno
dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di
Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah
menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak
dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang
berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik
Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan
bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya
wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945
kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa
Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang
yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh
Letjen. Sir Phillip
Christison,
Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto
setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga
berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang
dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah
Inggris), meledaklah Peristiwa 10
November
1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno
akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.
Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah
kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single
executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah
menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai
Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan.
Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar
Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi
kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam
menghadapi Peristiwa Madiun
1948
serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda.
Meskipun sudah ada Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin
Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi
dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang
sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa
Indonesia-Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan
Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan
Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI
Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin
kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali
berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.
Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada
Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden
konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah
berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat
di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana
menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur
jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai,
bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga
ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas
pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan
Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di
dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum
mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno,
pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di
Bandung yang menghasilkan Dasasila Bandung. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota
Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang
ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan
munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan
dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya.
Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U
Nu,
(Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia
Afrika
yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara
Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula
yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan
dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa.
Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa
akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna
menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional,
Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan
pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald
Kennedy
(Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Masa
Keterpurukan
Situasi
politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang
dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih
merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa
dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya
meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI
karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).
Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam
politik.
Lima
bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah
Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut
merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu
guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat
tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP
MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai
pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno
kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap
peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966. MPRS kemudian meminta Soekarno
untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun
disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS
pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga
akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat
Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat
tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan
Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan
Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat
Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
Sakit
hingga meninggal
Kesehatan
Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan
mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari
Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno
diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia
masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan
politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang
dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat,
pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter
kepresidenan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang
ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor
Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono
Kertopati.
Walaupun
Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat
pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah
kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin
oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah
kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Peninggalan
Dalam
rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".
Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera
Merah Putih serta menampilkan gambar diri
Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia. Prangko
pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat
sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di
perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara
itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno
saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno
ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut
dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum
Peruri. Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima
macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos, dua macam
poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Prangko
yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan
gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro. Penerbitan itu bersamaan dengan
ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama
Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks olahraga ini diubah
namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama
awalnya yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah
kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di
antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan
Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan
Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati
Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf
Habibie
meresmikan Universitas Bung
Karno
yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character
Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara
itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan
benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai
daerah di Indonesia. Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno
yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati
Soekarnoputri, Rachmawati
Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan
Soekarnoputra, Bayu
Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi
Soekarno.
Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta. Di stan tersebut ditampilkan video
pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di
Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.
Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di
stan tersebut. Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu
pos Soekarno.
Seseorang
yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan
Soekarno. Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang. Ia pernah
menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada
sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor. Benda-benda tersebut antara lain
sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas
JM London, emas putih dengan cap tapal kuda
JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan
ejaan lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula
uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland. Meskipun emas
yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang
memastikan keaslian dari emas tersebut.
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan
tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara
lain Universitas Gajah
Mada
(19 September 1951), Institut Teknologi
Bandung
(13 September 1962), Universitas
Indonesia
(2 Februari 1963), Universitas
Hasanuddin
(25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember 1963), Universitas
Padjadjaran
(23 Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965). Sementara
itu, Universitas Columbia (Amerika Serikat), Universitas Berlin (Jerman), Universitas
Lomonosov
(Rusia) dan Universitas Al-Azhar (Mesir) merupakan beberapa universitas
luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal
selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR
Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai
telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh
negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam
melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan
tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati
Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar